Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

BUYA HAMKA ~ ulama', ahli falsafah, sasterawan dan ahli politik ~ Bhg.1


Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(HAMKA)
“Dengan seni hidup menjadi indah
Dengan ilmu hidup menjadi mudah
Dengan agama hidup menjadi terarah“
1.Masa hidup HAMKA (Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah) tahun 1908-1981. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik, sastrawan, politikus, filsuf, dan aktivis Muhammadiyah Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Nama pemberian Ayahnya adalah Abdul Malik.

2.Ibunya dari keluarga bangsawan. Ayahnya, Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau Haji Rasul, dari keluarga ulama dan seorang pelopor gerakan pembaruan/modernis dalam Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

3. Sebutan Buya bagi HAMKA, panggilan untuk orang Minangkabau, berasal dari kata abi. Abuya (bahasa Arab), yang berarti ayahku, ata u seseorang yang dihormati.

4. Beliau dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Masa kecil HAMKA dipenuhi gejolak batin karena saat itu terjadi pertentangan yang keras antara kaum adat dan kaum muda tentang pelaksanaan ajaran Islam. Banyak hal-hal yang tidak dibenarkan dalam Islam, tapi dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

5. Putra HAMKA bernama H. Rusydi HAMKA, kader PPP, anggota DPRD DKI Jakarta. Anak Angkat Buya Hamka adalah Yusuf Hamka, seorang cina yang masuk Islam.

A.     RIWAYAT PENDIDIKAN
         HAMKA di Sekolah Dasar Maninjau hanya sampai kelas dua. Ketika usia 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Sejak muda, HAMKA dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya, memberi gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, HAMKA mengikuti berbagai diskusi dan latihan pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.

B.     RIWAYAT KARIER      

HAMKA bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Pada tahun 1929 di Padang Panjang, HAMKA kemudian dilantik sebagai pensyarah di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957- 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta.
Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke Jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu HAMKA sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.
Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama di Kementerian Agama Indonesia.
Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali, melantik HAMKA sebagai Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudian meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

C.     RIWAYAT ORGANISASI        

HAMKA aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928 beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929 HAMKA mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Pada tahun 1953, HAMKA dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiyah.

D.    AKTIVITAS POLITIK HAMKA
         
1. Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.

2. Pada tahun 1955 HAMKA beliau masuk Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum. Pada masa inilah pemikiran HAMKA sering berselisihkan dengan mainstream politik ketika itu. Misalnya, ketika partai-partai beraliran nasionalis dan komunis menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidatonya di Konstituante, HAMKA menyarankan agar dalam sila pertama Pancasila dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya sesuai yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Namun, pemikiran HAMKA ditentang keras oleh sebagian besar anggota Konstituante, termasuk Presiden Sukarno. Perjalanan politiknya bisa dikatakan berakhir ketika Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno pada 1959. Masyumi kemudian diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Meski begitu, HAMKA tidak pernah menaruh dendam terhadap Sukarno. Ketika Sukarno wafat, justru HAMKA yang menjadi imam salatnya. Banyak suara-suara dari rakan sejawat yang mempertanyakan sikap HAMKA. "Ada yang mengatakan Sukarno itu komunis, sehingga tak perlu disalatkan, namun HAMKA tidak peduli. Bagi HAMKA, apa yang dilakukannya atas dasar hubungan persahabatan. Apalagi, di mata HAMKA, Sukarno adalah seorang muslim.

3. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, HAMKA dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakan, beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia.

4. Pada tahun 1978, HAMKA masih lagi punya perbezaan pandangan dengan pemerintah. Puncanya adalah keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk mencabut ketentuan cuti selama puasa Ramadan, yang sebelumnya sudah menjadi kebiasaan.

5. Idealisme HAMKA kembali diuji ketika tahun 1980 Menteri Agama Alamsyah Ratuprawiranegara meminta MUI mencabut fatwa yang melarang perayaan Natal bersama. Sebagai Ketua MUI, HAMKA langsung menolak keinginan itu. Sikap keras HAMKA kemudian ditanggapi Alamsyah dengan rencana pengunduran diri dari jabatannya. Mendengar niat itu, HAMKA lantas meminta Alamsyah untuk mengurungkannya. Pada saat itu pula HAMKA memutuskan mundur sebagai Ketua MUI. 

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates